Jumat, 29 November 2013

UU no 5 th 2011 terhadap IFRS

UU Akuntan Publik no. 5 tahun 2011 terhadap IFRS (International Financial Reporting Standard)




Sebelum kita membahas lebih jauh tentang UU Akuntan Publik no. 5 tahun 2011 terhadap IFRS (International Financial Reporting Standard) ada baiknya jika kita mengetahui terlebih dahulu tentang kedua itu.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik, dijelaskan bahwa Profesi Akuntan Publik merupakan suatu profesi yang jasa utamanya adalah jasa asuransi dan hasil pekerjaannya digunakan secara luas oleh publik sebagai salah satu pertimbangan penting dalam pengambilan keputusan. Dengan demikian, profesi Akuntan Publik memiliki peranan yang besar dalam mendukung perekonomian nasional yang sehat dan efisien serta meningkatkan transparansi dan mutu informasi dalam bidang keuangan. Akuntan Publik tersebut mempunyai peran terutama dalam peningkatan kualitas dan kredibilitas informasi keuangan atau laporan keuangan suatu entitas. Dalam hal ini Akuntan Publik mengemban kepercayaan masyarakat untuk memberikan opini atas laporan keuangan suatu entitas. Dengan demikian, tanggung jawab Akuntan Publik terletak pada opini atau pernyataan pendapatnya atas laporan atau informasi keuangan suatu entitas, sedangkan penyajian laporan atau informasi keuangan tersebut merupakan tanggung jawab manajemen.

IFRS (International Financial Reporting Standard) merupakan standar pencatatan dan pelaporan akuntansi yang berlaku secara internasional yang dikeluarkan oleh International Accounting Standard Boards (IASB), sebuah lembaga internasional yang bertujuan untuk mengembangkan suatu standar akuntansi yang tinggi, dapat dimengerti, diterapkan, dan diterima secara internasional. IFRS dibuat dengan tujuan memberikan kumpulan standar penyusunan laporan keuangan perusahaan di seluruh dunia. Perusahaan dapat menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas tinggi, dapat diperbandingkan dan transparan yang digunakan oleh investor di pasar modal dunia maupun pihak-pihak yang berkepentingan lainnya (stakeholder). Saat ini banyak negara-negara di Eropa, Asia, Afrika, Oseania dan Amerika yang menerapkan IFRS. Standar akuntansi internasional (International Accounting Standards/IAS) disusun oleh 4 organisasi utama dunia, yaitu Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB), Komisi Masyarakat Eropa (EC), Organisasi Internasional Pasar Modal (IOSOC) dan Federasi Akuntansi Internasional (IFAC).

Seiring dengan perkembangan kegiatan ekonomi yang global menuntut adanya suatu standard akuntansi internasional yang dapat diterima dan dapat dipahami secara internasional, maka dibuatlah suatu standard internasional yaitu IFRS. Dimana tujuan dari konvergensi ini adalah agar informasi keuangan yang dihasilkan dapat diperbandingkan, mempermudah dalam melakukan analisis kompetitif dan hubungan baik dengan pelanggan, supplier, investor dan kreditor. Indonesia sebagai negara yang terus berkembang dan banyaknya transaksi internasional yang dilakukan mengharuskan Indonesia untuk melakukan konvergensi terhadap IFRS. Walaupun sampai saat ini belum semua aturan IFRS di gunakan di Indonesia.

Sasaran konvergensi IFRS yang telah dicanangkan IAI pada tahun 2012 adalah merevisi PSAK agar secara material sesuai dengan IFRS versi 1 Januari 2009 yang berlaku efektif tahun 2011/2012,” demikian disampaikan Ketua DSAK IAI Rosita Uli Sinaga pada Public Hearing Eksposure Draft PSAK 1 (Revisi 2009) tentang Penyajian Laporan Keuangan, di Jakarta Kamis 20 Agustus 2009 lalu.

Banyaknya standar yang harus dilaksanakan dalam program konvergensi ini menjadi tantangan yang cukup berat bagi DSAK IAI periode 2009-2012. Implementasi program ini akan dipersiapkan sebaik mungkin oleh IAI. Dukungan dari semua pihak agar proses konvergensi ini dapat berjalan dengan baik tentunya sangat diharapkan.

Akuntan publik dituntut untuk menyajikan laporan keuangan yang berkualitas tinggi. Mengingat tujuan IFRS adalah memastikan bahwa laporan keungan interim perusahaan untuk periode-periode yang dimaksukan dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi yang :

1. transparansi bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang peiode yang disajikan

2. menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS

3. dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna

IFRS merupakan sistem penyajian laporan keuangan yang telah digunakan di sebagian besar negara di dunia dan telah menjadi acuan dalam kegiatan akuntansi internasional. Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, perusahaan-perusahaan besar maupun kecil membutuhkan akuntan publik untuk memeriksa laporan keuangan perusahaan sehingga menghasilkan informasi yang berkualitas tinggi untuk mengambil keputusan. Dengan demikian, akuntan publik harus meningkatkan kinerja dan profesionalisme dalam menghadapi konvergesi IFRS sehingga dapat memenuhi kebutuhan para pengguna jasa akuntan publik dan menjaga kepercayaan yang diberikan pengguna jasa akuntan publik tersebut.

Banyak hal dalam IFRS yang akan diadopsi berbeda dengan prinsip yang saat ini berlakul antara lain :

1. Penggunaan Fair-value Basis dalam penilaian aktiva, baik aktiva tetap, saham, obligasi dan lain-lain, sementara sampai dengan saat ini penggunaan harga perolehan masih menjadi basic mind akuntansi Indonesia. Sayangnya IFRS sendiri belum memiliki definisi dan petunjuk yang jelas dan seragam tentang pengukuran berdasarkan nilai wajar ini.

2. Jenis laporan keuangan berdasarkan PSAK terdiri dari 4 elemen (Neraca, Rugi-Laba dan Perubahan Ekuitas, Cashflow, dan Catatan atas Laporan keuangan). Dalam draft usulan IFRS menjadi 6 elemen (Neraca, Rugi-Laba Komprehensif, Perubahan Ekuitas, Cashflow, Catatan atas Laporan keuangan, dan Neraca Komparatif). Penyajian Neraca dalam IFRS tidak lagi didasarkan pada susunan Aktiva, Kewajiban dan Ekuitas, tapi dengan urutan Aktiva dan Kewajiban usaha, Investasi, Pendanaan, Perpajakan dan Ekuitas. Laporan Cashflow tidak disajikan berdasarkan kegiatan Operasional, Investasi dan Pendanaan, melainkan berdasarkan Cashflow Usaha (Operasional dan investasi), Cashflow perpajakan dan Cashflow penghentian usaha.

3. Perpajakan perusahaan, terutama terkait pajak atas koreksi laba-rugi atas penerapan IFRS maupun atas revaluasi aktiva berdasarkan fair-value basis.



Sumber :

http://akuntansi-unsika.blogspot.com/2012/05/apa-itu-ifrs.html#.UpbPeFJ1zIU

http://captainvie.blogspot.com/2012/03/resume-materi-profesi-akuntan-publik.html

http://www.iaiglobal.or.id/berita/detail.php?id=373



Senin, 04 November 2013

REVIEW JURNAL

Judul jurnal : PENGARUH KUALITAS AUDIT, KONDISI KEUANGAN PERUSAHAAN, OPINI AUDIT TAHUN SEBELUMNYA, PERTUMBUHAN PERUSAHAAN TERHADAP OPINI AUDIT GOING CONCERN
Pengarang : Eko Budi Setyarno, Indira Januarti, dan Faisal (Universitas Diponegoro)
Diterbitkan : Padang, 26 Agustus 2006



1. LATAR BELAKANG



  • Untuk melihat apakah kualitas audit meningkatkan kemungkinan sebuah perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan (financial distress) menerima pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion) untuk kelangsungan usahanya (going concern).
  • Topik tentang bagaimana tanggung jawab auditor dalam mengungkapkan masalah going concern masih menarik untuk diteliti.
  • Independensi auditor dalam memberikan opini atas laporan keuangan yang diauditnya harus mempertimbangkan going concern (kelangsungan usaha) auditee.
  • Mutcher (1985) menyatakan bahwa perusahaan yang kecil akan lebih berisiko menerima opini audit going concern dibandingkan dengan perusahaan yang lebih besar. Hal ini dimungkinkan karena auditor mempercayai bahwa perusahaan yang lebih besar dapat menyelesaikan kesulitan-kesulitan keuangan yang dihadapinya daripada perusahaan yang lebih kecil. 



2. RUMUSAN MASALAH


1. Apakah kualitas audit mempengaruhi kemungkinan penerimaan opini audit going concern?
2. Apakah kondisi keuangan perusahaan mempengaruhi kemungkinan penerimaan opini audit going concern?
3. Apakah opini audit tahun sebelumnya mempengaruhi kemungkinan penerimaan opini audit going concern?
4. Apakah pertumbuhan perusahaan mempengaruhi kemungkinan penerimaan opini audit going concern?



3. TUJUAN PENELITIAN


1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh kualitas audit terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern.
2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh kondisi keuangan perusahaan terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern.
3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh opini audit tahun sebelumnya terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern.
4. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pertumbuhan perusahaan terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern. 



4. LANDASAN TEORI


  • Adanya going concern (kelangsungan hidup) maka suatu entitas dianggap akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka panjang, tidak akan dilikuidasi dalam jangka waktu pendek.
  • Going concern dipakai sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan sepanjang tidak terbukti adanya informasi yang menunjukkan hal berlawanan (contrary information). Biasanya informasi yang secara signifikan dianggap berlawanan asumsi kelangsungan hidup satuan usaha adalah berhubungan dengan ketidakmampuan satuan usaha dalam memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo tanpa melakukan penjualan sebagian besar aktiva kepada pihak luar melalui bisnis biasa, restrukturisasi utang, perbaikan operasi yang dipaksakan dari luar dan kegiatan serupa yang lain (PSA No. 30).
  • DeAngelo (1981) menyatakan bahwa auditor skala besar memiliki insentif yang lebih untuk menghindari kritikan kerusakan reputasi dibandingkan pada auditor skala kecil.
  • Semakin besar skala auditor, akan semakin semakin besar kemungkinan auditor untuk menerbitkan opini audit going concern.
  • Secara umum penelitian-penelitian terdahulu menemukan bahwa sebagian dari perusahaan sampel yang diteliti yang mengalami kebangkrutan adalah perusahaan-perusahaan yang mendapatkan opini going concern. Hasil lainnya menyatakan bahwa model prediksi kebangkrutan yang digunakan lebih akurat dibandingkan dengan opini yang diberikan auditor.
  • Mc Keown dkk (1991) menemukan bahwa auditor hampir tidak pernah memberikan opini audit going concern pada perusahaan yang tidak mengalami kesulitan keuangan.
  • Carcello dan Neal (2000) dalam Setyarno (2006)menyatakan bahwa semakin buruk kondisi keuangan perusahaan maka semakin besar probabilitas perusahaan menerima opini going concern.
  • Mutchler (1984) melakukan wawancara dengan praktisi auditor yang menyatakan bahwa perusahaan yang menerima opini audit going concern pada tahun sebelumnya lebih cenderung untuk menerima opini yang sama pada tahun berjalan. 



5. METODOLOGI PENELITIAN


1. Data yang digunakan

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari laporan keuangan auditan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada tahun 2000-2004 yang telah dipublikasikan.

2. Populasi / Sampel 

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh auditee manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Sektor manufaktur dipilih untuk menghindari adanya industrial effect yaitu risiko industri yang berbeda antara suatu sektor industri yang satu dengan yang lain. Sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan metode purposive sampling, dengan kriteria sebagai berikut : 

  • Auditee sudah terdaftar di BEJ sebelum 1 Januari 2000. 
  • Auditee tidak keluar (delisting) dari BEJ selama periode penelitian (2000– 2004)
  • Menerbitkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor independen dari tahun 2000-2004.
  • Mengalami laba bersih setelah pajak yang negatif sekurangnya dua periode laporan keuangan selama periode pengamatan (tahun 2000 - 2004) 

Berdasarkan kriteria sampel yang telah ditetapkan maka diperoleh sebanyak 295 auditee sektor manufaktur yang digunakan sebagai sampel dan dikelompokkan ke dalam dua kelompok atau kategori berdasarkan atas jenis opini audit yang diterimanya, yaitu: kelompok auditee dengan opini audit going concern (GCAO) dan auditee dengan opini audit non going concern (NGCAO).

3. Variabel Penelitian

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah variabel dummy. Dimana kategori 1 untuk auditee yang menerima opini audit going concern dan kategori 0 untuk auditee yang menerima opini audit non going concern. 
Variabel independen terdiri kualitas audit, kondisi keuangan perusahaan, opini audit pada tahun sebelumnya dan pertumbuhan perusahaan.

4. Alat Analisis

Pengujian dilakukan dengan SPSS menggunakan model regresi logistik. Regresi logistik digunakan untuk menguji pengaruh kualitas auditor (ADTR), kondisi keuangan (XZMIN, Z68, Z93 SPRIN78), opini audit tahun sebelumnya (PRIOP) dan rasio pertumbuhan penjualan (SALGR). Pengujian dilakukan padatingkat signifikasi (α) 5 persen.



6. HASIL PENELITIAN

H1 : Kualitas Audit berpengaruh positif terhadap kemungkinan penerimaan audit going concern.


Variabel kualitas audit yang diproksikan dengan besaran Kantor Akuntan Publik (KAP) menunjukkan nilai koefisien positif sebesar 0,120 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,720 lebih besar dari 0,05 (5 persen). Artinya dapat disimpulkan bahwa H1 tidak berhasil didukung, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kualitas audit tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern. Walaupun variabel kualitas audit tidak berpengaruh signifikan tetapi tanda dari nilai koefisiennya telah sesuai dengan hipotesis yang diajukan (positif). Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mutchler et al. (1997) yang menemukan bukti univariate bahwa auditor berskala besar (Big 6) lebih cenderung untuk mengeluarkan opini audit going concern pada perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan dibandingkan auditor berskala kecil (non-Big 6). Meskipun demikian hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Ramadhany (2004) dimana variabel skala auditor (Big Four dan Non Big Four) tidak berpengaruh signifikan atas kemungkinan penerbitan opini audit going concern oleh auditor.


H2 : Kondisi keuangan perusahaan berpengaruh negatif terhadap kemungkinan penerimaan opini going concern.


Variabel kondisi keuangan perusahaan yang diproksikan dengan empat model prediksi kebangkrutan menunjukkan nilai koefisien masing-masing sebesar XZMIN (0,000;0,596), Z68 (-0,367;0,020), Z93 (0,059;0,528), SPRIN78 (-0,002;0,989). Berdasarkan hasil-hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa dari keempat model prediksi kebangkrutan yang dijadikan sebagai proksi kondisi keuangan perusahaan model prediksi Altman yang dinotasikan dengan Z68 menunjukkan hasil yang signifikan (nilai signifikansi 0,020 lebih kecil dari 0,05) bahwa model prediksi kebangkrutan sebagai proksi dari kondisi keuangan perusahaan berpengaruh negatif terhadap kemungkinan penerimaan opini going concern. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa H2 berhasil didukung. Hasil ini mendukung temuan Ramadhany, Fanny dan Saputra, Mutchler dan Mc Keown et al yang menyatakan bahwa auditor hampir tidak pernah mengeluarkan opini going concern pada perusahaan yang tidak mengalami kesulitan keuangan (financial distress).


H3 : Opini audit tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern.


Variabel opini audit tahun sebelumnya menunjukkan nilai koefisien positif sebesar 2,967 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 (5 persen). Artinya dapat disimpulkan bahwa H3 berhasil didukung, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa opini audit tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap opini audit going concern. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Carcello dan Neal (2000) dan Rahmadhany (2004) yang menemukan bukti bahwa opini audit going concern yang diterima pada tahun sebelumnya mempengaruhi keputusan auditor untuk menerbitkan kembali opini audit going concern tersebut. Hasil temuan ini memberikan bukti empiris bahwa auditor dalam menerbitkan opini audit going concern akan mempertimbangkan opini audit going concern yang telah diterima oleh auditee pada tahun sebelumnya.


H4 : Pertumbuhan perusahaan berpengaruh negatif terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern.


Variabel rasio pertumbuhan penjualan yang diproksi dengan Sales Growth ratio menunjukkan nilai koefisien positif sebesar 0,201 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,475 lebih besar dari 0,05 (5 persen). Artinya dapat disimpulkan bahwa H4 tidak berhasil didukung, dengan demikian terbukti bahwa rasio pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern. Temuan empiris pada penelitian ini konsisten dengan penelitian Fanny dan Saputra (2005). Fanny dan Saputra (2005) menemukan bukti empiris bahwa rasio pertumbuhan aktiva tidak berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern. Penelitian ini memberikan tambahan bukti empiris bahwa rasio pertumbuhan yang lain yaitu rasio pertumbuhan penjualan yang positif tidak bisa menjamin auditee untuk tidak menerima opini audit going concern. Dari 295 sampel yang diamati nilai rata-rata dari rasio pertumbuhan penjualan kelompok auditee dengan opini GCAO maupun NGCAO bernilai positif. Hal ini berarti auditee yang menjadi sampel baik auditee dengan opini GCAO maupun NGCAO mengalami peningkatan dalam penjualan bersihnya, tetapi peningkatan penjualan bersih ini tidak diikuti dengan kemampuan auditee untuk menghasilkan laba serta meningkatkan saldo labanya. Nilai rata-rata dari ROA 295 sampel auditee yang bernilai negatif merupakan bukti empiris yang nyata bahwa peningkatan dalam penjualan bersih tidak menjamin peningkatan pada laba bersih setelah pajak yang akan diterima oleh auditee Tanda koefisien variabel SALE yang positif menunjukkan hubungan yang searah, yang berarti semakin tinggi rasio pertumbuhan pejualan auditee semakin besar kemungkinan auditor untuk menerbitkan opini audit going concern. 



7. KESIMPULAN DAN KETERBATASAN

Kesimpulan


Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat diambil suatu kesimpulan sebagai berikut : 
  • Dari 295 auditee perusahaan manufaktur yang menjadi sampel penelitian, dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok auditee dengan opini audit going concern (GCAO) dan kelompok auditee dengan opini audit non going concern (NGCAO). 146 auditee menerima opini audit going concern (GCAO) dan sisanya 149 auditee menerima opini audit non going concern (NGCAO). 
  • Hasil pengujian dengan menggunakan regresi logistik memberikan bukti empiris bahwa variabel kondisi keuangan perusahaan dan opini audit tahun sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Untuk variabel kualitas audit dan pertumbuhan perusahaan tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. 

Keterbatasan


Keterbatasan dalam penelitian ini adalah : 
  • Penelitian ini hanya menggunakan 4 variabel, yaitu 2 variabel keuangan (kondisi keuangan perusahaan dan pertumbuhan penjualan) serta 2 variabel non keuangan (kualitas audit dan opini audit tahun sebelumnya).
  • Periode pengamatan hanya 5 (lima) tahun dan pada saat kondisi ekonomi normal, sehingga belum bisa melihat kecenderungan trend penerbitan opini audit going concern oleh auditor dalam jangka panjang. 

Nama : Maria Ancela
NPM : 24210204
Kelas : 4EB01

Senin, 01 Juli 2013

Tugas Softskill

PERBANKAN


Sektor perbankan memiliki peranan yang cukup penting untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dan pertumbuhan perekonomian suatu bangsa. Untuk itu sektor perbankan dituntut pula untuk mengelolah faktor produksinya seoptimal mungkin untuk mendukung keberlangsungan usahanya. Sesuai dengan tugasnya yang menghimpun dana dan menyalurkan kembali ke masyarakat, Dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun oleh bank merupakan sumber dana terbesar bagi bank untuk membiayai aktivitas atau kegiatan bank sehari-hari serta usaha bank untuk melakukan aktivitas penyaluran kredit.

Salah satu kegiatan penyaluran dana terbesar bank adalah penyaluran dana dalam bentuk pemberian kredit. Kredit merupakan alokasi dana terbesar bagi bank yang bisa memberi peluang keuntungan terbesar pula bagi bank. Namun risiko yang dihadapi oleh bank dalam penempatan dana tersebut juga besar. Oleh karena itu bank harus berhati-hati dalam menempatkan dana tersebut dalam bentuk kredit. Kredit juga dapat diartikan penyediaan uang oleh bank berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara pihak bank selaku penyedia dana dengan pihak peminjam dana. Kesepakatan ini juga berkaitan dengan kesepakatan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya dalam jangka waktu tertentu disertai dengan pembayaran bunga. Pembayaran bunga itulah yang akan menjadi keuntungan bagi bank.

Prinsip dalam dunia perbankan adalah kepercayaan dan kehati-hatian. Prinsip itu di terapkan dalam hal pemberian kredit untuk meminimumkan terjadinya kredit bermasalah. Kredit bermasalah berarti bahwa pinjaman kredit yang telah diberikan bank kepada nasabahnya tidak dapat dikembalikan atau terlambat dalam pengembaliannya oleh si nasabah. Saat ini perbankan masih ragu dalam menyalurkan dana kreditnya. Salah satu penyebab perbankan masih ragu dalam menyalurkan dana kredit adalah karena jumlah kredit bermasalah yang masih cukup tinggi. Kredit bermasalah berakibat pada kerugian bank karena tidak kembalinya uang yang telah disalurkan. Kesalahan perkiraan memberikan kredit maka akan mengakibatkan kerugian  pada bank tersebut.

Meskipun kredit memiliki peranan penting dalam pembangunan ekonomi, namun dalam pelaksanaannya tidak semua dana yang dihimpun dari masyarakat bisa disalurkan oleh bank secara optimal dan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan. Ada beberapa faktor yang harus dipertimbanga dalam hal pemberian kredit bank diantaranya adalah NPL (Non Performing Loan), CAR (Capital Adequacy Ratio) , dan DPK (Dana Pihak Ketiga).

Potensi risiko kredit yang tinggi, umumnya tidak dapat dipisahkan dari risiko kredit yang disebut dengan Non Performing Loan (NPL). Kredit bermasalah dapat diukur dari kolektabilitasnya yang merupakan persentase jumlah kredit bermasalah (dengan kriteria kurang lancar, diragukan dan macet) terhadap total kredit yang dikeluarkan oleh Bank. Kredit bermasalah yang tinggi dapat menimbulkan keengganan bank untuk menyalurkan kredit karena harus membentuk cadangan penghapusan yang besar, sehingga mengurangi jumlah kredit yang diberikan oleh suatu bank. Bank juga harus berhati-hati dalam menyalurkan kredit agar tidak terjadi NPL yang tinggi.

Modal merupakan suatu faktor penting agar suatu perusahaan dapat beroperasi termasuk juga bagi bank. Modal bank dapat juga digunakan untuk menjaga kemungkinan timbulnya risiko, diantaranya risiko kredit macet yang timbul. Menurut Dendawijaya (2005), Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank disamping memperoleh dana dari sumber-sumber di luar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman, dan sebagainya. Semakin tinggi nilai CAR mengindikasikan bahwa bank telah mempunyai modal yang cukup baik dalam menunjang kebutuhannya serta menanggung risiko-risiko yang ditimbulkan termasuk di dalamnya risiko kredit. Dengan modal yang besar maka suatu bank dapat menyalurkan kredit lebih banyak, sehingga penyaluran kredit dapat meningkat.

Sedangkan Dana Pihak Ketiga (DPK) adalah dana berupa simpanan dari masyarakat. Simpanan tersebut adalah tabungan, giro, dan deposito. Bank memanfaatkan dana dari pihak ketiga ini untuk menghasilkan pendapatan bagi bank, salah satunya yaitu dalam bentuk penyaluran kredit. Pertumbuhan dana pihak ketiga akan mengakibatkan pertumbuhan kredit pada perbankan. Bunga dari kredit yang disalurkan kepada masyarakat akan menjadi pendapatan bagi bank. Jadi semkin tinggi jumlah dana pihak ketiga maka akan semakin besar peluang bank untuk menyalurkan kreditnya.

Senin, 27 Mei 2013

Skill Toefl


SKILL TOEFL 1 – 5


SKILL 1         : BE SURE THE SENTENCE HAS A SUBJECT AND A VERB

Dalam skill 1 ini, akan dimulai dengan kalimat 1 clause (kalimat tunggal). Dalam kalimat tersebut harus terdapat subyek dan kata kerjanya. Mungkin anda diminta untuk mencari subjeknya saja, atau kata kerjanya saja, atau kedua-duanya. Pastikan dalam kalimat tersebut tidak terdapat subjek dan kata kerja yang berlebihan.
Contoh:
1.  ……..was backed up for miles on the freeway
(A)   Yesterday
(B)   In the morning
(C)   Traffic **
(D)   Cars

Pembahasan : C
Pada contoh ini anda harus sudah menentukan apa yang tidak ada dalam kalimat, dan segera mengetahui bahwa dalam kalimat terdapat kata kerja (was), berarti yang tidak ada subjeknya. Karena kata kerja (was) menunjukkan kata kerja tunggal, maka diperlukan subyek tunggal . Dalam pilihan jawaban  yang merupakan subyek tunggal adalah (C) Traffic, sedangkan jawaban (D) Cars merupakan subyek jamak.

2. The boy ......... going to the movies with a friend
(A) he is
(B) he always was
(C) is relaxing
(D) will be **

Pembahasan : D
Kalimat di atas telah memiliki subject (the boy) dan memiliki part of verb (going), agar kalimat tersebut benar maka butuh bentuk verb BE agar kalimatnya menjadi komplit. Jawaban A dan B salah karena akan kelebihan subject (he). Jawaban C salah karena akan terjadi double verb ING dengan GOING.

3. Engineers .......... for work on the new space program.
(A) necessary
(B) are needed **
(C) hopefully
(D) next month

Pembahasan : B
Contoh di atas terlihat bahwa telah memiliki subject Engineers dan tidak memiliki verb. Karena jawaban B, Are Needed adalah verb maka ini adalah jawaban terbaik. Jawaban A, C, dan D bukan verb, sehingga salah.

4. Newspapers ............ every morning and every evening.
(A) delivery
(B) are delivered **
(C) on time
(D) regularly

Pembahasan : B
Kalimat diatas memiliki Subject yaitu Newspapers, tapi tidak memiliki Verb. Jawaban (A) delivery, (C) on time dan (D) regularly adalah salah karena mereka bukan subject. Jawaban (B) are delivered benar karena itu adalah verb.

SKILL 2         : BE CAREFUL OF OBJECTS OF PREPOSITIONS
Object of preposition adalah benda atau kata ganti benda yang datang sesudah preposisi (in, at, on, to, by, of, behind, about, above, across, after, against, along, among, around, as, bellow with, dan lain-lain)
Contoh (After his exams) Tom will take a trip (by boat)
Kalimat ini terdiri dari 2 object of prepositions. Exams adalah object of prepositions dari after dan boat adalah object of prepositions dari by.
Sebuah object of prepositions bisa membingungkan, sebab dia bisa disalah artikan sebagai subyek dalam kalimat tersebut. Tetapi yang harus anda ingat bahwa kata yang hadir sesudah preposisi (in, at, on, dll) adalah sebagai object of prepositions, jadi tidak mungkin dia berfungsi sebagai subyek.
Contoh:
1. With his friend …….found the movie theater
(A)   Has
(B)   He **
(C)   Later
(D)   When

Pembahasan: B
Terlebih dahulu anda harus menentukan subyek dan kata kerjanya, seperti contoh di atas, kita sudah menemukan kata kerjanya yaitu found , berarti dalam kalimat itu yang tidak ada subyeknya. Jangan mengira bahwa friend adalah subyek, sebab friend adalah object of prepositions dari with. Jadi jawaban yang benar (B) he.

2. To Mike ....... was a big surprise.
(A) really
(B) the party **
(C) funny
(D) when

Pembahasan : B
Dari kalimat diatas, harus dipahami bahwa Mike (noun) bukalah Subject tapi object of preposition dari To.  Subject dari kalimat diatas tidak ada, sedangkan Verbnya adalah was. Karena yang dibutuhkan adalah Subject, maka jawaban terbaik adalah (B), the party. Sedangkan (A), (C), dan (D) salah karena mereka bukanlah Subject.


SKILL 3         : BE CAREFUL OF APPOSITIVES
Appositives juga bisa disalah artikan sebagai subyek dalam suatu kalimat. Appositives adalah kata benda yang datang sebelum atau sesudah kata benda lain yang mempunyai arti yang sama.
Catatan:
1.       Apabila terdapat dua tanda koma dalam satu kalimat, maka bisa dipastikan kalau subyeknya adalah yang di depan sebelum tanda koma pertama.
Contoh:  Nurul , the best student in the class, got an A on the exam.                     
                    S                     APP                       V          

2.       Apabila terdapat satu tanda koma dalam satu kalimat, maka bisa dipastikan kalau subyeknya adalah yang ke dua setelah tanda koma.
Contoh:  A really good mechanic, Toni is fixing the car
                                   APP              S         V

SKILL 4         : BE CAREFUL OF PRESENT PARTICIPLES
Present participles adalah bentuk kata kerja berakhiran –ing (talking, playing). Dia akan berfungsi sebagai kata kerja kalau di dahului oleh bentuk kata kerja be.
Contoh: The man is talking to his friend
                               Verb

Present participles berfungsi sebagai kata sifat (adjective) apabila dia tidak dahului oleh bentuk kata kerja be.
Contoh: The man talking to his friend has a beard
                                Adjective
Pada kalimat di atas talking adalah kata sifat dan bukan bagian kata kerja, karena tidak di dahului oleh bentuk be. Kata kerja dalam kalimat ini adalah has.
Contoh:
1. The child…………playing in the yard is my son.
(A)   Now **
(B)   Is
(C)   He
(D)   Was

Pembahasan: A
Pada contoh ini, child adalah sebagai subyek, dan mungkin anda akan mengira kalau playing sebagai verb. Apabila itu terjadi mungkin anda akan memilih jawaban B atau D untuk melengkapinya, tetapi itu salah, sebab playing disini bukan sebagai kata kerja, anda harus menyimpulkan bahwa playing sebagai bagian dari kata sifat yang tidak memerlukan be dan kata kerja yang sebenarnya dalam kalimat ini adalah is. Jadi jawaban yang benar adalah (A) Now.

2. The film ____ appearing at the local theater is my favorite.

(A) now **
(B) is
(C) it
(D) was

Pembahasan : A
appearing bukanlah part of a verb tapi adjective. Subject nya adalah film dan verbnya adalah is. Jawaban (B), (C) atau (D) salah karena kalimat diatas sudah memiliki verb. Jawaban terbaik adalah (A) now.

SKILL 5         : BE CAREFUL OF PAST PARTICIPLES
Past Participles bisa berfungsi sebagai kata sifat atau sebagai kata kerja. Dia berfungsi sebagai kata kerja jika diawali dengan have atau be, biasanya berakhiran dengan -ed, tetapi ada beberapa yang tidak beraturan (tidak berakhiran -ed)
Contoh:           The family has purchased a television
                                                Verb
                        The poem was written by Sri
                                               Verb

Pada kalimat pertama kata purchased merupakan kata kerja, karena dia hadir bersama has. Pada kalimat ke dua kata written merupakan kata kerja, karena dia hadir bersama was.
Past participles berfungsi sebagai kata sifat (adjective) jika dia hadir sendiri tanpa diawali have atau be.
Contoh:                       The television purchased yesterday was expensive
                                                Adjective

                        The poem written by Linda appeared in the magazine
                                         Adjective

Pada kalimat pertama purchased sebagai adjective sebab dia hadir tanpa have atau be, dan dalam kalimat ini kata kerjanya adalah was. Begitupun pada kalimat ke dua, written sebagai adjective dan kata kerjanya adalah appeared.

1. The bread ......... baked this morning smelled delicious.
(A) has
(B) was
(C) it
(D) just **

Pembahasan : D
baked bukanlan part of a verb, tapi adjective. Verb dari kalimat diatas adalah smelled dan Subject nya adalah The bread. Jawaban (A) dan (B) salah karena baked adjective dan tidak membutuhkan helping verb. Jawaban (C) salah karena kalimat diatas sudah memiliki Subject. Jawaban terbaik adalah just (D).

2. The packages ........... mailed at the post office will arrive Monday.
(A) have
(B) were
(C) them
(D) just **

Pembahasan : D
Sekilas kalimat mungkin kita berfikir mailed adalah verb of the sentence jika kita lihat pada kalimat selanjutnya tidak ada verb will arrive. Jadi kata mailed bukanlah bagian verb as an adjective. Jawaban (A) have dan (D) were tidak dibutuhkan mailed-functioning sebagai adjective. Answer (C) Them adalah objek yang tidak diperlukan. Jadi jawaban yang paling tepat adalah (D) just (adverb).